Sabtu, 16 April 2011


Nasikh Mansukh

Dosen Pengampu : Syaiful Muhyidin, M.Ag


Makalah ini dibuat sebagai Revisi pada makalah sebelumnya, pada
mata kuliah Ulumul Qur’an


Oleh:
Wijito Sarambat
M. Qorik
Jarkasih












SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAIN)
AL-FATAH Jayapura
Jurusan Muamalah
2010

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb
Alhamdulillah hirobbil alamin segala puji bagi allah SWT, yang mana atas karunianya Penulis dapat menyelesaikan makalah tepat pada waktunya, dan yang kedua tak lupa sholawat serta salam tetap pada junjungan kita nabiullah Muhammad SAW. yang kita harapkan syafaatnaya di hari kiamah nanti.
Terima kasih pada dosen pengampu yang mana telah membimbing kita dalam menuntut ilmu khususnya ulumul Qur’an, dan teman-teman kelompok yang bersedia menyediakan waktu untuk berdiskusi sehingga dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
dan mudah mudahan dalam penyusunan makalah tentang Nasikh – Mansukh ini Pembaca dapat dengan mudah memahaminya maksud dan tujuan penulisan makalah ini dibuat apabila ada kekurangan dalam hal penulisan kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Wassalamualaikumn wr.wb

Jayapura,2010

Penulis








Daftar Pustaka

Halaman Judul ...................................... . i
Kata Pengantar ..................................... ii
Daftar isi ......................................... iii
Bab I    Pendahuluan ............................... . 1
1.1.  Latar Belakang ....................... . 1
1.2.  Permasalahan ......................... . 2
1.3.  Tujuan ............................... . 2
Bab II   Pembahasan ................................ . 3
2.1.                                        Pengertian Naskh dan Syarat-syarat
     Adanya Naskh ......................... . 3
2.1.1.  Pengertian Nasakh ............. . 3
2.1.2.  Syarat-syarat adanya Nasakh ... . 4
2.2. Perbedaan Antara Naskh dan Takhisis .. . 5
2.3. Taklik Terhadap perbedaan pendapat
     tentang ayat-ayat yang mansukh........   6
2.3.1. Pengertian.....................    6
2.3.2. Tahkik terhadap perbedaan pendapat tentang adanya ayat Al-Qur’an yang Mansukh.........    6
Bab III  Penutup.................................... . 8
3.1. Kesimpulan ........................... . 8
3.2. Saran................................. . 8
Daftar Pustaka  .................................... . 9





BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
yang melatar belangi penulisan makalah ini adalah ibadah dan mu’amalah, prinsip dasar umumnya adalah sama, yaitu bertujuan membersihkan jiwa dan memelihara keselamatan masyarakat serta mengikatnya dengan ikatan kerja sama dan persaudaraan. Walapun demikian, tuntutan kebutuhan setiap umat terkadang berbeda satu dengan yang lain, apa yang cocok untuk satu kaum pada suatu masa mungkin tidak cocok lagi pada masa yang lain. Disamping itu, perjalanan dakwah pada taraf pertumbuhan dan pembentukan tidak sama perjalannya sesudah memasuki era perkembbangan dan pembangunan. Demikian juga hikmah tasyri (pemberlakukan hukum) pada suatu periode akan berbeda dengan hikmah tasyri pada periode yang lain. Tapi tidak diragukan lagi bahwa pembuat syari’at, yaitu Allah, rahmat dan ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, dan otoritas memerintah dan melarang pun hanya milik-Nya.



“Dan tidak diminta tanggung jawab tentang apa yang diperbuat-Nya, tetapi merekalah yang akan ditanya tentang tanggung jawabn itu.”(Al-Anbiya’:23)
Oleh karena itu, wajarlah jika Allah menghapus suatu syariat deengan syariat yang lain untuk menjaga kepentingan para hamba berdasarkan pengetahuan-Nya yang azali tetang yang pertama dan yang terkemudian.
selain itu makalah ini juga di buat sebagai pemenuhan tugas tentang Pengertian Nasikh Mansukh dan Syarat-syarat adanya Nasakh.
Nasikh Mansukh salah satu obyek kajian yang sangat penting dalam ilmu-ilmu Al Quran, tidak boleh diabaikan bagi orang yang menekuni spesialisasi dalam bidang tafsir Al Quran. Begitu pula bagi pemerhati kajian-kanjian yurisprudensi islam, merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan dalam memicu perbedaan ulama tafsir dalam menginterpretasi ayat-ayat Al Quran.
Di kalangan mayoritas ulama-ulama islam di berbagai bidang, sudah menjadi sebuah opini umum yang mapan dan paten bahwa tidak ada kemustahilan atas konsekuensi adanya NASIKH MANSUKH, justru jika dicermati realitas kehidupan manusia yang selalu berubah-ubah disebabkan perbedaan kondisi dan situasi. Sedangkan islam dalam sisi idealitasnya -mewujudkan maslahat manusia- adalah sebagai sasaran pokok dalam perundang-undangannya menghendaki adanya Nasikh.
 
2. Rumusaan Masalah
Dari latar belakang diatas permasalahan yang muncul adalah :
a. Apa yang dimaksud dengan naskh dan syarat-syarat adanya naskh
b. Apa Perbedaan antara Naskh dan Taksis
c. Bagaimana Perbedaan pendapat tenang adanya ayat-ayat yang di naskh.

3. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
a. Agar mengerti apa yang dimaksud dengan naskh dan syarat-syarat adanya naskh
b. Agar Dapat mengetahui perbedaan antara naskh dan takhsis
c. Agar mengetahui perbedaan pendapat tentang ayat-ayat yang di naskh
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Naskh dan Syarat-syarat adanya Naskh
Adapun pengertian dan syarat-syarat adanya naskh adalah sebagai berikut :
2.1.1.  Pengertian Naskh
Naskh menurut bahasa dipergunakan untuk arti ﺍﻹﺰﺍﻠﺔ (menghilangkan). Misalnya dikatakan : ﻧﺴﺨﺖﺍﻠﺸﻤﺲﺍﻠﻈﻞ, artinya, matahari menghilangkan baying-bayang. Kata naskh juga dipergunakan untuk makna memindahkan sesuatu dari suatu tempat ke tempat lain. Misalnya : ﻧﺴﺨﺖﺍﻠﻛﺗﺎﺏ, artinya, saya menyalin isi kitab. Di dalam Alqur’an dikatakan :


Sesungguhnya Kami menyuruh untuk menaskh apa dahulu yang kalian kerjakan.” (Al-Jatsiyah:29) maksudnya, kami (Allah) memindahkan alam perbuatan ke dalam lembaran-lembaran catatan amal.
Menurut istilah ﻧﺴﺦ ialah “Mengangkat (Menghapuskan) hukum syara’ dengan dalil hukum syara’ yang lain.” Disebutkannya kata “hukum” disini, menunjukan bahwa prinsip “segala sesuatu hukum asalnya boleh” (Al-Bara’ah Al-Ashliyah)tidak termasuk yang diNasakh. Kata-kata dengan dalil hukum syara” mengecualikan pengangkatan (penghapusan) hukum yang disebabkan kematian atau gila, atau pengapusan dengan ijma’ atau qias,
Kata nasikh (yang menghapuskan)maksudnya adalah Allah (yang menghapus itu-edit) seperti firman-Nya pada beberapa surat dalam al-Qur’an anatara lain yaitu:



Apa saja ayat yang kami naskh, atau kamijadikan (manusia) lupa kepadanya, kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Bukankah kamu mengetahui bahwa Allah SWT. Berkuasa atas segala sesuatu.”(Al-baqarah:106).



“Dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut kepadanya.” (Al-A’raf:154)



“Allah menghilangkan apa yang di nasakhkan oleh setan itu selanjutnya Allah menguatkan ayat-ayatNya, Allah Maha Mengetahui dan Mahabijaksana.” (Al-Hajj:52)



“Inilah Kitab (catatan) Kami yang menentukan terhadapmu dengan benar, sesungguhnya Kami tidak menyuruh mencatat apa yang tidak kamu kerjakan.” (Al-Jatsiah:29).
  
Kata itu juga. Digunakan untuk ayat atau sesuatu yangd engannya Naskh dapat diketahui. Maka dikatkan:”Hadzihi al-ayat nasihkhah li ayat kadza” (ayat ini menghapus ayat itu) ; dan diguankan pula untuk hukum menghapuskan hukum yang lain 
Arti terminologis naskh adalah; dicabutnya hukum syar'i yang secara lahiriyah akan berlanjut dan berkesinambungan, baik melalui penurunan hukum berikutnya yang secara zati (subtansial) atau karena dalil khusus yang lain keduanya tidak dapat disatukan.

2.1.2.   Syarat-syarat adanya Naskh
Adapun syarat adanya naskh adalah sebagai berikut :
a.  Hukum yang mansukh  adalah hukum syara;
b.  Dalil yang digunakan untuk mengangkat hukum itu adalah dalil syara’ yang datangnya kemudian dari teks hukum yang dimansukhkan hukumnya.
c.  Khithab yang dihapuskan atau diangkat hukumnya tidak terikat (dibatasi) dengan waktu tertentu. Sebab jika tidak demikian maka hukum akan berakhir dengan berakhirnya waktu tersebut. Dan yang demikian tidak dinamakan naskh.
Selain dari syarat-syarat adanya naskh ada hal-hal yang terdapat pada nasakh:
1.  Nasakh terdapat pada perintah dan larangan
2.  Nasakh tidak terdapat dalam akhlak dan adab yang didorong Islam adanya
3.  Tidak terjadi pada akidah, seperti:
a.  Zat-Nya
b.  Sifat-Nya
c.  Kitab-Kitab-Nya
d.  Hari akhir
Tidak pula mengenai khabar shahih (yang jelas dan nyata) misal:
a.    Janji baik Allah SWT bagi orang yang bertakwa masuk surga
b.    Janji jahat Allah SWT bagi orang yang mati kafir atau musyrik masuk neraca.
4.  Tidak terjadi mengenai ibadat dasar dan muamalat, karena semua agama tidak lepas dari dasar-dasar ini
Dasarnya ialah firman Allah SWT:




“Dia (Allah) telah mensyariatkan kepada kamu (Muhammad) tentang agama apa yang telah diwasiatkan kepada Nuh dan yang telah kami wahyukan kepada engkau dan apa yang telah kami wasiatkan kepada: Ibrahim, Musa dan Isa ….” (SyAsyura:13)

2.2. Perbedaan Antara Naskh dan Takhis
Nasakh dan Taksi memiliki persamaan antara lain, terletak pada fungsinya yakni untuk membatasi kandungan suatu hukum. Keduanya berfungsi untuk mengkhususkan sebagian kandungan dari suatu lafazh. Hanya saja, tetapi lebih khusus pada pembatasan berlakunya hukum yang umum, sedangkan Nasakh menekankan pembatasan suatu hukum pada masa tertentu.
Ada beberapa perbedaan antara Nasakh dan Takhsis yaitu:
a.    Taksis ialah membatasi jumlah afradul amm, sedangkan nasakh ialah membatalkan hukum yang telah ada dan diganti dengan hukum yang baru.
b.    Taksis (Mukhasis) bila dengan kata-kata Qur’an dan Hadits dengan dalil-dalil syara’ yang lain seperti ijma’, qiyas juga dengan dalil akal. Sedangkan nasakh hanya dengan kata-kata saja.
c.    Taksis hanya masuk kepada dalil amm. Nasakh bisa masuk kepada dalil amm dan dalil khash
d.    Taksis hanya masuk kepada hukum saja. Nasakh dapat masuk kepada hukum dan membatalksan berita-berita dusta

2.3. Takhik Terhadap Perbedaan Pendat Tenang Ayat-ayat yang Mansukh
2.3.3. Pengertian
Mansukh adalah hukum yang diangkatkan(ﻧﺴﺦ) umpamanya:
“Allah mewasiatkan kepada kamu tentang pembagian pusaka untuk anak kamu, bawa bagi anak laki-laki mendapat harta pusaka dua kali anak perempuan

2.3.4. Tahkik terhadap perbedaan pendapat tentang adanya ayat Al-Qur’an yang Mansukh
Baik menurut akal maupun menurut riwayat, nasakh dapat terjadi pendapat ini sudah disepakati ulama-ulma usul:
a.  Imam Fakhrurazi berkata : Nasakh bagi kita dapat terwujud secara akal dan riwayat, berbeda dengan Yahudi, sebab diantara mereka ada yang mengingkarinya dan ada yang membolehkannya.
b.  Imam Abu Muslim Al-Ashfahani mengingkari adanya nasakh di dalam Qur’an
c.  Mayoritas ulama Islam, sepakat adanya nasakh mereka beralasan bahwa dalil yang menunjukkan atas kenabian Nabi Muhammad SAW, dan kenabian beliau tidak dapat dianggap benar kecuali dengan menasakh syariat-syariat Nabi sebelumnya. Sebelum dengan demikian nasakh tetap wajib adanya.
Imam Al-Jashhshas mengatakan bahwa sebagian dari ulama-ulama mutaakhirin ada yang menganggap bawah tidak ada nasakh di dalam syari’at Nabi kita Muhammad SAW. Dan semua yang disebut tentang adanya nasakh itu. Maksudnya nasakh syari’at Nabi-Nabi yang dahulu. Adapun syari’at Nabi kita sebagai Nabi yang terakhir syari’atnya kekal sampai hari kiamat.

Contoh: Ayat Nasikh Mansukh dalam Al-Qur’an yakni mengenai pemindahan arah kiblat.


sesungguhnya Kami sering melihat mukamu menengadah ke langitm, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu senangi. Hadapkanlah mukami (ketika sholat) ke Masjidil Haram. Dan dimana saja hadapkanlah mukamu ke arahnya.” (Al-Baqarah:144).




Ayat tersebut menasakh firman Allah dalam Surah al-Baqarah ayat 155 yang bebunyi:


Timur dan Barat itu adalah kepunyaan Allah, maka kemana pun kamu menghadap disitulah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Mahaluas rahmat-Nya lagi maha mengetahui.”























BAB III
KESIMPULAN

3.1.  Kesimpulan
Dari penjelasan yang ada maka penulis memberi beberapa kesimpulan antara lain:
a. Bahwa yang dimaksud dengan nasik adalah mengangkat (menghapuskan) suatu dalil syara dengan dalil syara yang lain. Adapun syarat-syaratnya antara lain:
1. Hukum yang mansyuk adalah syara
2. Dalil yang mengangkat juga dalil syara
3. Tidak terbatas waktu tertentu
b. Adapun perbedaan antara nasakh dan takhis adalah
1. Takhsis membatasi afradul amm, sedangkan naskh membatalkan hukum yang ada dan diganti yang baru.
2. Takhsis dengan dalil kata-kata al-Qur’an, ijma, khias, dan akal sedangkan nasakh dengan kata-kata saja.
3. Takhsis hanya masuk dalil amm saja, sedangkan nasakh masuk pada dalil amm dan dalil khash
4. Takhsis hanya hukum saja sedangkan nasakh masuk pada hukum dan pembatalan berita dusta.
c. Beberapa perdebatan mengenai ayat ayat yang mansuk namun mayoritas menggunakannya mansukh sebab menunjukan kenabian Nabi Muhammad SAW.

3.2.  Saran
Nasihk mansukh adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dari ilmu ulumul qur’an, karena itu marilah kita berupaya untuk meningkatkan pengetahuan tetang ilmu ulumul qur’an.

Daftar Pustaka

Anwar Abu. 2002. Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar. Amzah. Pekanbaru.
Al-Farran Syaikh Ahmad Musthafa. 2007. Tafsir Imam Syafi’I jilid 1. Almahira. Jakarta.
Al-Zarkasi. 1954. Manahilul Irfan Fi Ulumil Qur’an.
Al-Qaththan Manna. 2007. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Pustaka Firdaus. Jakarta.
As-Shalih Subhi, 1991. Membahas Ilmu-ilmu al-Qur’an. Pustaka Firdaus. Jakarta.
As-Shiddieqi, TM. Hasbi. 1976. Ilmu-Ilmu al-Qur’an. Bulan Bintang. Jakarta.
As-Suyuti. 1941. Al-Itqon Fi Ulumil Qur’an. Kairo.
Abdullah, Abdurrahman. 2003. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1. Pustataka Imam Asy-Syafi’i. Jakarta
Chirzin Muhammad. 1998. Al-Qur’an dan Ululum Qur’an. Dana Bhakti Prima Yasa. Yogyakarta.
Syadali, Ahmad dan Rofi’i, Ahmad. 1991. Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Pustaka Firdaus. Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar